Aku sering bilang pada teman: iman itu seperti merawat tanaman di teras—kadang subur, kadang layu, dan tak selamanya rapi. Tulisan ini bukan kuping satu arah; lebih seperti ngobrol sambil ngopi sore, berbagi apa yang kulihat dari Alkitab, dari hati sendiri, dan dari orang-orang yang berjalan bersama. Semoga yang membaca merasa diajak, bukan dinasehati.
Awal yang sederhana: dari bertanya jadi berani
Enam tahun lalu aku duduk di bangku kayu gereja, masih bingung antara ikut kelas baptis atau kabur pulang karena malu tanya. Ada satu ayat yang terus mengganggu: “Beranilah melangkah.” Entah kenapa aku membayangkan Petrus waktu keluar dari perahu—kakinya gemetar tapi dia turun juga. Itu bukan sekadar cerita heroik; itu pelajaran halus tentang ketidaknyamanan yang jadi pintu pertumbuhan.
Aku ingat hari itu ada perempuan tua yang mengamatiku dari baris belakang. Dia tersenyum kecil, lalu menawarkan botol air minum. “Bertahan saja dulu, nak,” katanya. Sederhana. Nyata. Itu melekat. Iman seringkali dimulai bukan dengan jawaban besar, tetapi dengan tawaran kecil untuk tetap duduk ketika ragu.
Pelajaran Alkitab yang lucu—dan menampar
Kuliah Alkitab di kelompok kecil kami penuh momen tak terduga. Suatu kali kami membahas perumpamaan Yesus tentang anak yang hilang. Ada temanku yang tiba-tiba berbisik, “Kayaknya ayahnya terlalu memaafkan, ya?” Itu membuat kami tertawa, tapi diskusi jadi dalam. Ternyata perumpamaan itu menampar kenyataan: kita sering membawa daftar kesalahan sebagai alasan untuk tetap menjaga jarak.
Alkitab bukan buku petunjuk kaku; ia seperti cermin. Kadang aku melihat hal-hal jelekku—ego, rasa takut, atau kebiasaan menilai orang—dengan jelas. Lalu ada juga bagian yang menghibur, seperti percakapan para murid yang kadang polos, kadang canggung. Itu membuat Alkitab terasa manusiawi dan dekat. Kalau mau belajar lebih sistematis, aku pernah menemukan sumber-sumber rohani yang membantu menjembatani pemahaman teks-teks lama ke kehidupan sehari-hari—misalnya melalui situs dan materi formasi yang sering kugunakan seperti christabformation yang kaya dengan pendekatan praktis dan reflektif.
Refleksi hati: ketika doa terasa hampa
Ada masa ketika doa terasa seperti daftar tugas. Bangun, berdoa, bekerja, lalu tidur. Hati kosong. Aku marah pada Tuhan karena doa-doa yang tak “dikabulkan” seperti harapanku. Setelah ngobrol lama dengan pembimbing rohani, aku baru sadar: doa bukan mesin permintaan. Doa adalah latihan mendengarkan dan merelakan. Kadang jawaban Tuhan datang berupa ketenangan yang tak kentara, atau perubahan hati sendiri.
Sekarang aku mencoba doa yang lebih jujur. Kalau marah, aku berdoa marah. Kalau bingung, aku berdoa bingung. Ada kelegaan ketika kita tidak harus memakai bahasa indah untuk menyentuh Tuhan. Itu sederhana, tapi banyak orang menolak kesederhanaan itu karena merasa tak cukup “rohani.” Kebalikannya, justru dari keterbukaan itulah iman tumbuh realistis.
Komunitas: kopi, tawa, dan iman yang tumbuh
Kalau ada satu hal yang membuat imanku bertahan, itu komunitas. Bukan komunitas tanpa drama—justru penuh drama—tapi komunitas yang mau duduk bersama meski lelah. Ingat pertemuan sel kecil kami? Sering dimulai dengan ngobrol tentang kerjaan, rumah tangga, anak yang mogok makan, lalu berlanjut ke doa bersama. Ada juga yang suka datang telat sambil bawa kue buatan sendiri. Detail kecil seperti bau kue atau gelas kopi yang pecah menjadi kenangan yang mengikat.
Kebersamaan itu melatih kesabaran, memberi ruang untuk bertanya, dan menyediakan bahu saat jatuh. Komunitas yang sehat bukan yang membuatmu merasa sempurna, tapi yang memampukanmu berdiri kembali setelah tersungkur. Aku pribadi percaya: iman yang tidak diuji oleh relasi adalah iman yang belum matang. Dan relasi itu sering kali terbentuk di meja makan, di grup chat, di kunjungan sederhana ke rumah satu sama lain.
Perjalanan imanku masih panjang. Ada hari baik, ada hari penuh tanya. Tetapi pelan-pelan aku belajar menerima bahwa setiap musim punya cara mengajar sendiri. Kadang lewat Alkitab yang tajam, kadang lewat doa yang hampa, kadang lewat tawa di komunitas. Kalau kamu sedang di jalan yang sama: tetaplah bertanya, tetaplah duduk, dan cari teman perjalanan yang mau berbagi kopi dan doa.
Kunjungi christabformation untuk info lengkap.